[Foto : Albert Hama Ketum FORKAMRI, Ist]
Jakarta| LIRATV – Seiring gugatan undang-undang pemilu yang saat ini berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait wacana Pemilu 2024 diharapkan kembali ke Sistem Proposional Tertutup atau coblos partai, yang belakangan ini lagi ramai diperbincangkan.
Ketua Umum Forum Cendekiawan Melanesia Republik Indonesia (FORKAMRI), Albert Hama angkat bicara. Menurut nya, wacana Pemilu 2024 untuk kembali ke sistem proposional tertutup atau persisnya mencoblos partai ini tidak sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi.
Dia menilai, sistem proporsional terbuka telah menunjukkan semangat bahwa rakyat ditempatkan di posisi tertinggi. Kedaulatan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Oleh karena nya, Ketum FORKAMRI dengan tegas mengatakan menolak sistem mencoblos Partai, “Tolak sistem pemilu proposional tertutup, sebab rakyat tidak lagi dijadikan legitimasi,” ujarnya menerangkan pada pihak redaksi media di Jakarta, minggu (8/01/2023).
Sah-sah saja mengajukan judicial review karena itu hak konstitusional setiap warga negara. Tetapi spiritnya yang harus diperhatikan. “Kok, terkesan sangat mendadak dan terburu-buru. Malah turut mengasumsikan bahwa rakyat tidak lagi dijadikan basis legitimasi seseorang terpilih,” paparnya.
Sistem proporsional tertutup yang diharapkan akan diputuskan oleh MK, sistem ini menurutnya sudah barang tentu memberikan jarak antara rakyat dan wakil rakyat terpilih.
Dia bahkan mengangap, sistem ini telah mengebiri semangat keadilan berdemokraksi yang mana setiap orang berhak ikut terlibat dan terpilih dalam kontestasi politik, juga keterpilihan dan legitimasi diberikan oleh rakyat berdasarkan figur yang diyakini dan dipilihnya.
Albert juga menilai bahwa hemat pembiayaan yang juga dilayangkan oleh pihak-pihak yang turut mendukung
dan memberikan tekanan di tengah gugatan terhadap undang-undang di MK, amat tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
“Persolan pembiayaan telah disepakati dan diatur bersama jauh-jauh hari sebelumnya, ini artinya negara sudah punya perhitungan terhadap persoalan ini dan sudah semestinya siap akan konsekuensi yang telah disepakati tersebut,” bebernya
Jadi dia meminta agar jangan memperkeruh sistem demokrasi yang selama ini sudah berjalan dengan baik. “Jika kita ingin mengubah sistem yang selama ini telah dianut, semestinya kita juga harus mempertimbangkan apa yang menjadi kehendak masyarakat, tidak bisa seenaknya,” tegas nya.
Tokoh pemuda dari Indonesia timur ini juga menegaskan bahwa jika pemberlakuan sistem proposional tertutup atau coblos partai ini akan didorong untuk diterapkan kembali, maka demokrasi yang tengah didorong ini cenderung bersifat monopoli dan sewenang-wenang.
Demokrasi mengedepankan kehendak rakyatnya, Jika kehendak rakyat sudah diabaikan maka yang terjadi adalah kemunduran kita berdemokrasi.
“Saya perlu mengingatkan kembali bahwasanya kita berpartai sama artinya dengan kita memanusiakan
manusia. sehingga tidak bisa kemudian menguntungkan segelintir orang dan mengabaikan juga segelintir
orang, apalagi ini mengabaikan banyak orang,” pungkasnya.
Sehingga bilamana sistem proposional mencoblos partai ini dipaksakan untuk kembali diberlakukan, maka itu sama saja kita memutar jarum untuk menyatakan sistem Orde Baru adalah sistem yang terbaik.
Padahal kita sudah mengugatnya dan meninggalkannya di jauh hari, sudah barang tentu implikasinya terhadap sistem demokarsi kita sudah bisa diterka bahwa akan kembali rakyat diabaikan, monopoli dan ke sewenang-wenangan dalam berkuasa akan kembali menguat
“Sehingga saya pribadi sangat menolak situasi politik seperti ini, berharap MK tidak mengabulkan gugatan tersebut,” tandas nya menjelaskan. ( Bar)