User Icon Hai pembaca setia! Temukan solusi media online Anda di AMK WebDev.
🚀 Ingin punya Media Online Profesional seperti ini? Ar Media Kreatif siap bantu Anda! 💻
News  

Haidar Alwi: Kebijakan Fiskal Purbaya Lebih Visioner dari Omongan Ferry Latihihin

R. Haidar Alwi

JAKARTA, LIRATV.ID – Pemikir dan pemerhati bangsa, Ir. R. Haidar Alwi, memberi tanggapan kritis atas pandangan pengamat ekonomi, Ferry Latuhihin yang disampaikan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Karni Ilyas.

Menurut Haidar, pandangan Ferry Latihihin tentang kebijakan fiskal Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum menggambarkan kompleksitas arsitektur ekonomi nasional yang sedang dibangun.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) itu menilai Ferry hanya membaca permukaan angka, sedangkan Purbaya bekerja pada tingkat desain risiko, efisiensi modal, dan kredibilitas pasar.

“Kritik yang hanya melihat angka ibarat menilai kapal dari catnya, bukan dari arah layarnya,” kata Haidar Alwi.

Ferry Latuhihin menilai bahwa penyaluran dana Rp200 triliun hanya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,06–0,11 persen karena ICOR Indonesia masih tinggi di kisaran 6,7.

Ia juga menilai sektor perbankan tengah lesu, bunga sulit turun, dan insentif repatriasi dana luar negeri tidak efektif.

Nah, bagi Haidar Alwi pandangan Feryy itu terlalu sempit dan mengabaikan konteks kebijakan struktural jangka panjang yang sedang dilakukan Purbaya Yudhi Sadewa.

“Ferry Latuhihin menghitung uang dari sisi kuantitas, Purbaya menghitung dari sisi kualitas. Itulah perbedaan antara pengamat dan perancang,” ujar Haidar Alwi.

ICOR Adalah Variabel, Bukan Dogma.

Menurut Haidar Alwi, Ferry latuhihin masih menggunakan pendekatan lama di mana ICOR dianggap angka absolut. Padahal, Purbaya Yudhi Sadewa justru memperlakukan ICOR sebagai variabel yang bisa direkayasa melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas.

“ICOR 6,7 itu hasil dari masa lalu. Purbaya menurunkan ICOR marjinal sektoral melalui sektor berdaya saing tinggi seperti logistik, energi terbarukan, dan hilirisasi mineral,” jelas Haidar Alwi.

Dalam teori makroekonomi modern, pertumbuhan tidak lagi hanya ΔY = ΔI/ICOR, melainkan ΔY = ΔA·F(K,L) + (ΔI/ICOR_marjinal), dengan ΔA positif karena adanya peningkatan produktivitas total faktor produksi.

“Kebijakan Purbaya mengubah orientasi dari seberapa banyak uang dikeluarkan menjadi seberapa efisien uang itu bekerja untuk rakyat,” tegasnya.

Ia juga menilai langkah Purbaya merupakan bentuk keberanian intelektual: membangun logika ekonomi yang mandiri dan tidak bergantung pada paradigma lama.

“Inilah karakter Menkeu yang memahami bahwa pembangunan bukan sekadar angka APBN, melainkan arsitektur moral untuk memastikan uang negara benar-benar menjadi energi produktif bagi rakyat,” kata Haidar Alwi.

Dana Rp200 Triliun Bukan Beban, Tapi Katalis Keberanian.

Haidar Alwi menegaskan bahwa Rp200 triliun bukan beban perbankan seperti yang dikatakan Ferry latuhihin , melainkan instrumen katalitik untuk menggerakkan ekonomi.

“Purbaya menurunkan risiko agar bank tidak takut. Ia tidak meminta bank untuk berani, ia menciptakan alasan bagi mereka untuk berani,” ucap Haidar Alwi.

Dalam teori financial accelerator, bunga tinggi muncul karena external finance premium, yaitu selisih biaya dana akibat risiko. Purbaya menurunkan premi itu melalui first-loss guarantee, credit insurance, dan viability gap funding.

“Begitu risiko turun, bunga kredit turun tanpa intervensi moneter. Inilah pendekatan rasional yang membuat pasar bergerak tanpa paksaan,” ujar Haidar Alwi.

Langkah ini bukan kebijakan populis, melainkan sains kebijakan berbasis keberanian.

“Purbaya membuat uang negara menjadi jangkar kepercayaan. Ia tidak mengalirkan dana untuk konsumsi, tapi menyalakannya sebagai mesin keberanian bagi investor nasional,” kata Haidar Alwi.

Undisbursed Loan Adalah Ruang Potensi.

Ferry latuhihin menyoroti adanya Rp2.735 triliun undisbursed loan sebagai bukti lemahnya penyerapan. Haidar Alwi melihatnya justru sebagai ruang potensi.

“Undisbursed bukan uang menganggur, tapi peluang investasi yang menunggu kepastian. Purbaya memperbaiki pipeline proyek melalui project preparation facility dan offtake guarantee agar proyek-proyek strategis menjadi bankable,” jelas Haidar Alwi.

Begitu arus kas dan jaminan proyek tersedia, kredit akan terserap dengan sendirinya.

“Masalah utama perbankan bukan dana, tapi rasa takut. Dan Purbaya sedang menurunkan rasa takut itu dengan logika risiko yang bisa dihitung.”

Haidar Alwi menegaskan, keberhasilan kebijakan bukan diukur dari seberapa cepat dana keluar, tapi seberapa terukur risiko saat dana bekerja.

“Purbaya membangun sistem agar setiap rupiah yang mengalir membawa keyakinan, bukan ketakutan,” kata Haidar Alwi.

Suku Bunga Turun Karena Struktur Risiko, Bukan Likuiditas.

Iklan

Haidar Alwi menilai pandangan Ferry soal hubungan antara money supply dan bunga adalah logika masa lalu.

“Purbaya bekerja di dua kanal: risk channel dan term-premium channel. Di risk channel, risiko diturunkan melalui penjaminan. Di term-premium channel, pasar keuangan diperdalam lewat repo dan SBN agar volatilitas menurun. Ketika dua kanal ini stabil, bunga turun tanpa perlu perintah,” jelas Haidar Alwi.

Inilah keunggulan pendekatan modern: mengubah pasar dari ruang ketakutan menjadi ruang rasionalitas.

“Ferry latuhihin masih mengukur bunga dari tower moneter, sedangkan Purbaya mengukurnya dari fondasi risiko. Itulah bedanya ekonom yang melihat dari atas dan pemimpin yang bekerja dari bawah,” kata Haidar Alwi.

Capital Flight Ditangani dengan Desain, Bukan Panik.

Ferry latuhihin mengingatkan risiko capital flight ketika uang keluar dari rupiah menuju dolar. Haidar Alwi menjelaskan bahwa Purbaya mengelola isu itu dengan strategi terukur melalui kerangka Integrated Policy Framework.

“Purbaya memperkuat DNDF onshore, memperluas hedging murah, dan menjaga devisa hasil ekspor tetap di dalam negeri. Ketika biaya lindung nilai lebih rendah dari risiko valas, pasar akan memilih bertahan,” papar Haidar Alwi.

Strategi ini menciptakan stabilitas nilai tukar tanpa kontrol modal. “Kita tidak menahan uang dengan ketakutan, tetapi dengan kepercayaan. Itulah ekonomi yang sehat,” tegas Haidar Alwi.

Insentif Modal Luar Negeri: Repatriasi Dengan Inovasi.

Haidar Alwi menilai Ferry latuhihin keliru memandang repatriasi dana luar negeri sebagai kebijakan pajak biasa.

“Purbaya tidak sekadar memberi potongan pajak, tapi menciptakan rumah bagi dana itu. Melalui obligasi USD, green sukuk, dan infrastructure notes, ia memberi jalan agar modal kembali tanpa mengguncang kurs,” kata Haidar Alwi.

Uang yang kembali ke tanah air, akan memperkuat pembiayaan proyek infrastruktur dan transisi energi.

“Uang tidak akan pulang karena dipaksa, tapi karena merasa aman dan bermanfaat. Itulah yang sedang dibangun Purbaya, rasa aman yang produktif,” ujar Haidar Alwi.

Multiplier Efek Lebih Dalam dari Sekadar Angka.

Ferry latuhihin memperkirakan multiplier efek dana Rp200 triliun hanya 0,11 persen. Haidar menilai perhitungan itu terlalu dangkal.

Multiplier, lanjut Haidar, tidak hanya dihitung dari peredaran dana, tapi dari efek leverage dan kandungan lokal.

“Dana publik bisa menarik dana privat lima kali lipat lewat skema risk sharing, dan peningkatan kandungan lokal memperbesar efek ekonomi domestik.”

Haidar Alwi menambahkan, kebijakan Purbaya adalah fiscal geometry: mengatur arah uang, bukan hanya jumlahnya.

Baginya, Purbaya menghitung nilai sosial dari setiap rupiah, berapa pekerjaan diciptakan, berapa industri lokal tumbuh, berapa kemandirian terbentuk. Inilah multiplier sejati yang tidak bisa dihitung dengan kalkulator.

Arah Baru Ekonomi Nasional dan Optimisme Rakyat.

Bagi Haidar Alwi, esensi kebijakan Purbaya Yudhi Sadewa terletak pada keberanian mengubah paradigma ekonomi nasional.

“Purbaya tidak sedang memoles statistik, tapi sedang menulis ulang logika ekonomi Indonesia agar lebih berdaulat,” ungkapnya.

Lebih jauh Haidar Alwi menilai structured fiscal leverage yang dijalankan Purbaya adalah sinergi disiplin fiskal, moneter, dan inovasi publik yang menjadikan ekonomi tahan krisis. Haidar Alwi mengajak masyarakat untuk tetap optimistis dan tidak termakan narasi pesimisme.

“Kita sedang membangun ekonomi yang bukan hanya untuk bertahan, tapi untuk melangkah lebih jauh. Percayalah, arah yang benar mungkin tidak cepat, tapi pasti membawa bangsa ini berdiri tegak,”

Menurut Haidar Alwi, rakyat perlu melihat bahwa di balik angka-angka ada arah besar: ekonomi yang berdikari dan tidak tunduk pada ketakutan global.

Ketika rakyat yakin bahwa pemerintah bekerja dengan logika yang benar, maka kepercayaan berubah menjadi energi. Dan energi itulah yang menggerakkan bangsa.

Haidar Alwi menyampaikan pesan yang merangkum keseluruhan analisisnya dengan cara yang tajam dan penuh keyakinan.

“Ferry Latuhihin menggunakan kalkulator untuk menghitung masa lalu, sedangkan Purbaya Yudhi Sadewa menggunakan desain untuk membangun masa depan. Ekonomi tidak tumbuh karena uang, tetapi karena kepercayaan yang diciptakan oleh kebijakan yang berani, cerdas, dan berpihak kepada rakyat,” pungkas Haidar Alwi.

🚀 Mau Punya Website Media Online Sendiri?

Tapi masih bingung mulai dari mana? Tenang, Ar Media Kreatif siap bantu!

Jasa Pembuatan Website Berita Profesional sejak tahun 2018. Telah membantu ratusan media online yang kini tersebar di seluruh Indonesia.

🎯 Layanan Lengkap:
✔️ Desain modern & responsif
✔️ SEO siap pakai
✔️ Dukungan penuh dari tim teknis

💬 Info & Konsultasi:
Klik di sini untuk WhatsApp


⚙️ Website ini adalah klien Ar Media Kreatif
Didukung penuh secara teknis dan infrastruktur oleh tim AMK.

🚀 Mau Punya Media Online Sendiri?

Tenang, Ar Media Kreatif siap bantu buatkan!

Sejak 2018, telah ratusan media online dibangun & tersebar di seluruh Indonesia.

💬 Konsultasi Sekarang

Didukung penuh oleh Ar Media Kreatif

🚀 Ingin punya Media Online Profesional seperti ini? Ar Media Kreatif siap bantu Anda! 💻

AMK WebDev

Bangun portal berita profesional & ringan.

💬 Konsultasi Globe News

Media Online Siap Pakai

Desain menarik, panel redaksi, dan dukungan SEO.

📞 Hubungi Kami News Globe