User Icon Hai pembaca setia! Temukan solusi media online Anda di AMK WebDev.
🚀 Ingin punya Media Online Profesional seperti ini? Ar Media Kreatif siap bantu Anda! 💻
Hukum, News  

Skandal Kredit Jumbo Sritex: Bobroknya Tata Kelola Perbankan Nasional

📝 Foto : Istimewa,(dok.google)

Bandung, LIRA.TV Pengumuman delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit jumbo kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa, (22/7/2025), adalah tamparan keras bagi integritas sektor perbankan nasional.

Angka kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp.1 triliun ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan bobroknya tata kelola dan longgarnya prinsip kehati-hatian yang seharusnya menjadi pondasi utama industri keuangan.

Yang paling mencolok dan patut digarisbawahi adalah keterlibatan para mantan direksi dan pejabat tinggi dari bank-bank pembangunan daerah (BPD), termasuk eks Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana bisa institusi perbankan yang seharusnya menjadi penopang ekonomi daerah justru menjadi corong bagi praktik-praktik ilegal yang merugikan keuangan negara?

Kasus Sritex ini seolah mengulang modus lama, pemberian kredit tanpa analisis risiko memadai, pengabaian prinsip kehati-hatian, dan persetujuan pinjaman berdasarkan data fiktif atau tidak diverifikasi.

Keterlibatan Direktur Keuangan Sritex, Allan Moran Severino (AMS), yang bertanggung jawab atas permohonan dan pencairan kredit menggunakan “underlying invoice fiktif”, serta penggunaan dana modal kerja untuk membayar utang Medium Term Note (MTN), menunjukkan adanya skema yang terencana dan sistematis, ini bukan sekadar kesalahan prosedur, melainkan dugaan kejahatan terorganisir.

Namun, skema ini tidak akan berjalan mulus tanpa “lampu hijau” dari pihak bank, dan di sinilah peran krusial para petinggi BPD terlihat.

Mari kita bedah satu per satu peran para tersangka dari institusi perbankan:

Yuddy Renaldi (YR), Eks Dirut Bank BPD Jabar-Banten (Bank BJB), Keterlibatannya menjadi sorotan utama. Ia diduga memberikan tambahan plafon kredit Rp.350 miliar, padahal laporan keuangan Sritex tidak mencantumkan utang eksisting senilai Rp.200 miliar.

Ini adalah pelanggaran fatal terhadap prinsip transparansi dan kehati-hatian. Bagaimana bisa seorang direktur utama menyetujui kucuran dana jumbo tanpa mempertimbangkan gambaran utang perusahaan secara menyeluruh? Apakah ada tekanan atau motivasi lain di balik keputusan ini?

Benny Riswandi (BR), SEVP Bank BPD Jabar-Banten, sebagai anggota komite kredit, BR tidak menjalankan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) dalam menyetujui kredit Rp.200 miliar.

Iklan

Ini menunjukkan adanya kelalaian sistematis dalam proses penilaian kelayakan kredit, atau bahkan kesengajaan untuk meloloskan pinjaman yang bermasalah.

Babay Farid Wazadi (BFW), Direktur Kredit UMKM dan Keuangan Bank DKI, dan Pramono Sigit (PS), Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI, keduanya diduga menyetujui kredit tanpa mempertimbangkan kewajiban MTN Sritex yang jatuh tempo dan mengabaikan analisis risiko, hanya dengan jaminan umum tanpa kebendaan. Ini menggambarkan kelemahan akut dalam mekanisme check and balance internal bank.

Supriyatno (SP), Dirut Bank BPD Jateng, Pujiono (PJ), Direktur Bisnis Korporasi Bank BPD Jateng, dan Suldiarta (SD), Kepala Divisi Bisnis Korporasi Bank BPD Jateng, mereka diduga menyalahi pedoman kredit, menyetujui pembiayaan tanpa analisis risiko memadai, dan menandatangani analisis kredit tanpa verifikasi langsung laporan keuangan Sritex.

Pola ini menunjukkan adanya kebiasaan buruk dalam pengambilan keputusan kredit, di mana formalitas lebih diutamakan daripada substansi.

Kasus ini adalah peringatan keras bagi otoritas pengawas, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Di mana peran pengawasan ketika praktik-praktik semacam ini terjadi berulang kali di institusi perbankan, terutama BPD?

Apakah pengawasan yang ada selama ini sudah cukup efektif untuk mencegah kongkalikong antara debitur nakal dan oknum bank? Kerugian triliunan rupiah ini seharusnya menjadi alarm untuk segera mereformasi sistem pengawasan perbankan agar tidak mudah “diakali” oleh para pelaku kejahatan ekonomi.

Penetapan para tersangka ini hanyalah langkah awal, proses hukum harus berjalan transparan dan tuntas, membongkar seluruh jaringan dan pihak-pihak yang terlibat, serta memastikan aset hasil kejahatan dikembalikan kepada negara.

Lebih dari itu, kasus Sritex ini harus menjadi momentum untuk perbaikan tata kelola perbankan secara menyeluruh, agar kepercayaan publik terhadap institusi keuangan tidak semakin terkikis.

Tanpa penegakan hukum yang tegas dan pengawasan yang ketat, praktik korupsi seperti ini akan terus menjadi kanker yang menggerogoti perekonomian nasional. (Bar/Redsus)

🚀 Mau Punya Website Media Online Sendiri?

Tapi masih bingung mulai dari mana? Tenang, Ar Media Kreatif siap bantu!

Jasa Pembuatan Website Berita Profesional sejak tahun 2018. Telah membantu ratusan media online yang kini tersebar di seluruh Indonesia.

🎯 Layanan Lengkap:
✔️ Desain modern & responsif
✔️ SEO siap pakai
✔️ Dukungan penuh dari tim teknis

💬 Info & Konsultasi:
Klik di sini untuk WhatsApp


⚙️ Website ini adalah klien Ar Media Kreatif
Didukung penuh secara teknis dan infrastruktur oleh tim AMK.

🚀 Mau Punya Media Online Sendiri?

Tenang, Ar Media Kreatif siap bantu buatkan!

Sejak 2018, telah ratusan media online dibangun & tersebar di seluruh Indonesia.

💬 Konsultasi Sekarang

Didukung penuh oleh Ar Media Kreatif

🚀 Ingin punya Media Online Profesional seperti ini? Ar Media Kreatif siap bantu Anda! 💻

AMK WebDev

Bangun portal berita profesional & ringan.

💬 Konsultasi Globe News

Media Online Siap Pakai

Desain menarik, panel redaksi, dan dukungan SEO.

📞 Hubungi Kami News Globe