Jakarta, LiraTV.id – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun (Wartawan Kompas) telah melawan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, lantaran tidak mau melaksanakan sanksi dan rekomendasi DK dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana sponsorship dari BUMN untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) atau PWI Gate.
Sebagaimana diketahui, DK PWI Pusat pada 16 April 2024 telah menjatuhkan sanksi terhadap empat oknum pengurus harian PWI Pusat karena kasus PWI Gate — penggelapan dana Rp1,7 Miliar dari total Rp6 miliar dana yang digelontorkan kementerian BUMN.
Keempat pengurus PWI itu adalah Ketum PWI Pusat Hendry Ch. Bangun, Wartawan Kompas; Sekjen Sayid Iskandarsyah, media Mimbar; Wabendum, M.Ihsan, Warta Ekonomi; dan Direktur UKM Syarif Hidayatullah, wartawan Indopos.co.id, Jawa Pos Group.
Adapun bentuk sanksi yang diberikan oleh DK PWI adalah Peringatan Keras kepada Hendry Ch. Bangun selaku Ketua Umum PWI Pusat, serta keharusan mengembalikan uang senilai Rp1.771.200.000 (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh satu juta dua ratus ribu rupiah) ke kas Organisasi (PWI Pusat) selambat-lambatnya pada 31 Mei 2024 (30 hari kerja). Sedangkan kepada tiga pengurus lainnya yang terlibat direkomendasikan sanksi pemecatan.
Namun sanksi yang telah direkomendasikan DK PWI Pusat itu tidak kunjung dilaksanakan Hendry Ch. Bangun. Justru malah melawan dengan melakukan somasi. Padahal berdasarkan konstitusi organisasi PWI, keputusan DK PWI Pusat bersifat final untuk dilaksanakan oleh pengurus harian (Ketua Umum dan jajaran)
Berang merasa keputusan dilecehkan, DK PWI Pusat kembali bereaksi dan mengggelar rapat pada Senin (24/6/2024). Rapat itu dipimpin Ketua DP PWI Pusat, Sasongko Tedjo bersama Wakil Ketua Uni Lubis, Sekretaris Nurcholis MA Basyari, Anggota Asro Kamal Rokan, Akhmad Munir, Diapari Sibatangkayu Harahap, Fathurrahman, dan Helmi Burman.
Dalam rapat, DK PWI Pusat menekankan agar Hendri Ch. Bangun selaku Ketua Umum PWI Pusat segera menjalankan rekomendasi sanksi yang telah diterbitkan DK PWI. Diantaranya Uni Lubis selaku Wakil Ketua DK mendesak agar semua keputusan DK, segera dilaksanakan.
“Kami minta keputusan tersebut harus sudah dilaksanakan paling lambat pada Kamis, 27 Juni 2024 ini,” kata Uni, yang juga Pemimpin Redaksi IDN Times dan mantan anggota Dewan Pers.
Sementara itu, anggota DK PWI Pusat, Asro Kamal Rokan mengingatkan konsekuensi dari sanksi skorsing (dipecat sebagai anggota PWI – red) itu ialah Sayid Iskandarsyah kehilangan haknya sebagai anggota PWI.
“Konsekuensinya, dia gugur sebagai pengurus PWI dan tidak boleh lagi bertindak mewakili PWI. Termasuk, tidak boleh lagi menandatangani surat-surat atau dokumen PWI dan meresmikan, baik membuka maupun menutup, acara-acara PWI,” kata Asro yang mantan Pemred Lembaga Kantor Berita Antara.
Secara terpisah, Ketua Umum Indonesian Journalist Watch (IJW), HM. Jusuf Rizal, SH mengomentari hasil rapat DK PWI Pusat itu tidak lebih hanya pengulangan. Tidak akan mampu menekan Hendry Ch. Bangun untuk mengeksekusi rekomendasi DK.
Menurut Jusuf Rizal, ada dua hal yang membuat DK PWI tak punya kekuatan menekan Hendry Ch Bangun untuk menjalankan Rekomendasi dan Sanksi kasus PWI Gate:
Pertama, Hendry Ch Bangun merasa didukung 16 suara Pengurus Daerah dari 26 suara Pengurus Daerah. Artinya dengan sadar Hendry melakukan pembangkangan dan disadarinya pula DK PWI Pusat tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Kedua, ada kelemahan di PD-PRT organisasi PWI. Dimana keputusan DK bersifat final dan kewenangan pelaksanaan/eksekusinya berada di ranah Pengurus Harian (Ketua Umum). Jadi jika tidak dijalankan, DK tidak bisa apa-apa. Ini pernah terjadi pada kepengurusan lama dalam kasus PWI Sumbar.
“Jadi perlu terobosan atau penyempurnaan PD-PRT PWI terkait pelaksanaan eksekusi keputusan/rekomendasi DK. Di sini mudah diselewengkan Ketua Umum. Semestinya PD-PRT PWI mampu mengontrol pelaksanaan rekomendasi DK bilamana diabaikan Ketua Umum,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak itu.
Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu menilai keputusan DK PWI Pusat sejak awal, kurang tepat. Karena akar masalah itu ada di Hendry Ch. Bangun selaku Ketua Umum PWI. Jika tidak ada arahan dari pimpinan tidak mungkin Sekjen, Wabendum, dan Direktur UKM berani melakukan pelanggaran konstitusi dan penggelapan uang sponshorship UKW PWI-BUMN.
Sejak awal, menurut Jusuf Rizal urusan Sponsorship UKW PWI sudah ada mes rea (niat kriminal) dalam lingkaran kekuasaan pengurus harian PWI Pusat. Karena itu, Bendum PWI Slamet Marten tidak dilibatkan, sehingga ada pelanggaran konstitusi dalam menerbitkan cheque yang sudah diakui Wabendum, M.Ihsan.
“Semestinya DK PWI Pusat setelah memiliki bukti otentik keterlibatan Ketum PWI Pusat, Hendry Ch. Bangun bisa langsung merekomendasikan pemecatan Ketua Umum PWI Pusat serta yang terlibat dan pelaksanaan KLB. Karena busuk itu mulai dari kepala. Cuma mereka masih takut-takut, akhirnya kasusnya berlarut-larut,” tegas Jusuf Rizal.