
Banjarmasin, LIRATV.IDโ Di tengah gelombang tuntutan global atas reparasi kolonial, Yang Mulia (YM) Panglima TABAS, KP. Johan Amin, SE., M.Si., Ketua Umum TABAS sekaligus Panglima Adat Nusantara, menyerukan suara lantang masyarakat adat Kalimantan Selatan. Mereka menuntut pengembalian segera tengkorak kepala pahlawan rakyat Banjar, Demang Leman, yang masih “dipenjara” di museum Belanda sebuah penghinaan yang tak lagi bisa ditoleransi di tahun 2025, saat dunia menekan negara-negara Eropa untuk membersihkan dosa masa lalu.
TABAS (Tutus Banjar Asli), organisasi budaya resmi di bawah naungan Kesultanan Banjar, tak henti-hentinya memperjuangkan martabat dan warisan leluhur Banua. Kini, di era di mana gerakan dekolonisasi bergema dari Afrika hingga Asia, TABAS menjadikan kasus Demang Leman sebagai panggilan moral bagi Belanda untuk bertindak, bukan sekadar janji kosong.
Meski Belanda baru saja akan mau mengembalikan 30.000 artefak bersejarah ke Indonesia sebuah langkah yang disambut gembira luka terdalam sejarah masih menganga lebar. Di tengah diskusi internasional tentang restitusi budaya, seperti yang digaungkan UNESCO dan Uni Eropa, pengembalian tengkorak Demang Leman menjadi ujian nyata bagi komitmen Belanda.
“Ada kerinduan mendalam dari masyarakat adat Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan: tengkorak kepala pahlawan kami, Demang Leman, yang hingga kini masih dikurung di negeri Belanda. Sungguh ironis dan memilukan seorang pejuang bangsa terkubur tanpa kepala, sementara sisa jiwanya dipajang sebagai trofi kolonial di negeri kincir angin. Di era hak asasi manusia global ini, budaya ‘beradab’ Belanda terasa seperti hipokrasi telanjang,” tegas KP. Johan Amin, dengan nada yang menusuk hati.

Seruan Keras: Belanda, Tunjukkan Kemanusiaan atau Hadapi Tuduhan Baru atas Warisan Jahat Kolonial
Dengan penuh ketegasan moral, Panglima TABAS mendesak pemerintah Belanda untuk segera mengembalikan tengkorak Demang Leman ke tanah kelahirannya di Kalimantan sebuah tuntutan yang selaras dengan tren kekinian, di mana negara-negara bekas penjajah seperti Prancis dan Inggris mulai mengakui dan mengembalikan sisa-sisa manusia dari era kolonial mereka.
“Tidak ada tempat lagi untuk memamerkan tengkorak manusia sebagai koleksi di museum modern. Ini bukan sekadar artefak; ini adalah pahlawan yang gugur melawan penindasan. Suara Kalimantan Selatan harus didengar oleh Den Haag demi kemanusiaan, penghormatan pahlawan, dan penebusan dosa kolonial yang masih menghantui Eropa,” serunya.
Lebih jauh, dengan pengorbanan yang menyentuh, ia menambahkan: “Jika diperlukan, saya rela menukar kepala saya dengan tengkorak Demang Leman, asal beliau bisa bersatu kembali dengan tanah Banua. Ini bukan drama; ini panggilan jiwa adat di tengah dunia yang semakin sadar akan keadilan restoratif.”
Manfaatkan Momentum Diplomasi Prabowo: Jangan Biarkan Pengembalian Artefak Jadi Tameng untuk Luka yang Lebih Dalam

Pernyataan ini muncul tepat setelah langkah diplomatik bersejarah Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan dengan Raja Willem-Alexander dan Ratu Mรกxima di Istana Huis ten Bosch, Den Haag. Komitmen Belanda untuk mengembalikan 30.000 artefak Jawa bukan hanya serah terima benda mati, tapi pengakuan atas martabat Nusantara terutama di era Prabowo yang menekankan diplomasi budaya dan keadilan sejarah.
Bagi masyarakat adat, ini adalah peluang emas. Namun, perjuangan sejati baru dimulai: tanpa pengembalian tengkorak Demang Leman, janji Belanda hanyalah setengah hati. Di 2025, saat Indonesia memimpin ASEAN dalam advokasi hak adat dan reparasi, bisa menjadi katalisator untuk tuntutan lebih luas, termasuk dukungan dari komunitas internasional seperti Amnesty International yang kini mengawasi isu restitusi manusiawi.
Demang Leman: Ikon Perlawanan Banjar yang Tak Bisa Diabaikan Lagi
Demang Leman, pahlawan Banjar yang tewas melawan kolonialisme Belanda pada abad ke-19, melambangkan harga diri bangsa yang tak tergoyahkan. Tengkoraknya, yang disimpan di Rijksmuseum atau lembaga serupa di Belanda, bukan sekadar relik ia adalah saksi bisu kekejaman sejarah yang menuntut penyembuhan segera.
Panglima TABAS menutup dengan pesan tegas: “Pengembalian artefak hanyalah langkah awal
Kembalikan tengkorak Demang Leman, dan Indonesia akan benar-benar merdeka bukan hanya di peta, tapi dalam martabat dan sejarah yang utuh. Belanda, waktunya bertindak sekarang, sebelum tuntutan ini bergema lebih keras di panggung dunia.”
TABAS mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung petisi dan kampanye ini, memanfaatkan media sosial dan forum internasional untuk memperkuat suara adat di era digital saat ini.(Bar/Redsus)
Hai pembaca setia! Temukan solusi media online Anda di 





