JAKARTA, LIRATV.ID | – Sejumlah media online secara simultan membongkar dugaan korupsi yang terjadi di Telkom Grup.
Kasus dugaan korupsi pada total proyek bermasalah di Telkom Group lebih dari Rp10 triliun, diantaranya korupsi suntikan dana Telkom sebesar Rp400 miliar untuk proyek TaniHub melalui MDI Ventures yang menjadi bahan investigasi dan pemberitaan.
Kemudian kasus monopoli ilegal dalam bisnis SMS korporasi (A2P SMS) bernilai miliaran rupiah per bulan, yang diduga dialihkan ke perusahaan baru bernama Kode Digital Nusantara (KDN).
Sayangnya, upaya media online yang menjalankan fungsi kontrol jurnalistik justru direspon negatif. Beberapa media online yang turut memberitakan kasus dugaan korupsi di Telkom Grup ini mengalami serangan DDoS. Serangan DDoS ini bekerja secara sistematis dan terencana.
Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, kejadian ini menambah daftar panjang kasus-kasus pembungkaman kebebasan pers melalui serangan digital.
“Ini juga merampas hak publik untuk tahu dan menghalangi arus informasi yang seharusnya bebas dan terbuka,” kata Hari Purwanto kepada awak media, Jumat (16/5/2025).
Hari menegaskan upaya tersebut diduga dilakukan langsung oleh manajemen PT Telkom melalui Sekretaris Perusahaan Andi Agus Akbar, atas arahan dari Ririek Adriansyah (Dirut telkom), Honesti Basyir (direktur telkom), Nugroho (dirut telkomsel), dan Ahmad Reza (SVP Telkom).
“Andi atas perintah Reza telah melakukan serangkaian upaya pendekatan ke perusahaan media massa untuk menolak/tidak menayangkan pemberitaan terkait dugaan korupsi di PT Telkom dan anak perusahaannya,” ujar Hari.
“(Telkom) juga melakukan upaya/meminta agar media-media melakukan takedown terhadap berita yang sudah terlanjur tayang dan info tersebut didapat langsung dari staf Corporate Communication (Corcom) Telkomsel,” ujarnya.
“Serangan siber terhadap media online ini jelas terbaca sebagai modus baru koruptor yang merasa kepentingannya terganggu. Ditambah lagi, sejumlah pemberitaan yang diserang DDoS ini menyajikan berita dugaan korupsi secara gamblang, baik modus maupun potensi kerugian negaranya,” ungkap Hari.
Dia menambahkan, serangan terhadap media yang menjalankan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan adalah bentuk kekerasan.
“Upaya pembungkaman ini merupakan sebuah tindak kejahatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers No.40/1999,” ujar Hari.
Selain itu, tindakan ini juga melanggar pasal 33 UU No. 11 tahun 2008 jo UU No. 1 tahun 2024 tentang ITE yang diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Maka, Hari menegaskan, pihaknya hari ini melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri karena jum’at lalu SDR melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada hari Jum’at lalu (9/6), namun dugaan kami ORI sudah masuk angin.
“Aparat kepolisian terutama Bareskrim Mabes Polri segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas serangan DDoS kepada beberapa media online ini hingga diadili di pengadilan,” tuturnya.
Hari mendesak pemerintah secara terbuka menyatakan dan mengakui bahwa serangan, ancaman, pelecehan, dan intimidasi terhadap jurnalis dan kantor media, merupakan pelanggaran HAM yang serius.
“Meminta semua pihak untuk menghormati kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sebagai fungsi kontrol sosial kepada BUMN yang diduga melakukan korupsi berjamaah,” pungkas Hari Purwanto.