Jakarta, LiraTV.id– Aktivis 98 pentolan Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ), Ubedillah Badrun, memberikan rapor merah terhadap jalannya pemerintahan saat ini di hari peringatan 26 tahun era reformasi. Pasalnya sejumlah faktor masih terjadi dari mulai demokrasi yang merosot, korupsi kolusi nepotisme (KKN) yang merajalela hingga hak asasi manusia (HAM) yang memburuk.
Hal itu disampaikan Ubedillah dalam aksi instalasi peringatan 26 tahun Reformasi serta napak tilas pelanggaran HAM era Orde Baru pada Selasa (21/5/2024) di Markas Front Penyelamat Reformasi Indonesia, Jl. Diponegoro No.72 Menteng Jakarta Pusat.
Ubedillah sendiri bertindak sebagai Ketua Panitia. Pertujukan 2.000 tengkorak dan 1000-an kuburan akan digelar selama 3 hari mulai 21-23 Mei 2024. Nantinya, akan ada diskusi bersama para aktivis, penggiat HAM hingga korban pelanggaran HAM.
Ia awalnya menyampaikan, jika pihaknya sengaja menggelar aksi lantaran para aktivis yang dulu turun ke jalan merasa perlu turun kembali di peringatan reformasi ke-26.
“Kami kemudian merefleksikan situasi itu dalam konteks hari ini, karena pada saat itu kita punya cita-cita besar, kita punya mimpi besar bahwa setelah 25 tahun itu sekarang masuk ke-26 kita bisa menikmati satu demokrasi yang berkualitas. Tetapi hari ini demokrasi kita memburuk, bahkan indeks demokrasi kita berada pada posisi yang oleh the economies disebut sebagai “A Flawed Democracy” demokrasi yang cacat,” kata Ubedillah dalam konferensi persnya.
Menurutnya, demokrasi Indonesia saat ini pasca reformasi semakin memburuk. Hal itu ditandai dengan indeks kebebasan sipil yang juga skornya cuman 5,59.
“Nah tidak hanya itu, kami juga dulu bercita-cita agar bangsa ini setelah 25 tahun lebih itu memasuki episode yang praktek kekuasaan dan pemerintahan menjalankan good governance dan clean government,” ungkapnya.
Kemudian, Ubedillah menyinggung juga praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) yang merajalela saat ini. Menurutnya, pihaknya ingin KKN diberantas agar pemerintahan menjadi bersih.
“Ini faktanya sangat empirik. Korupsi kolusi dan nepotisme menjadi begitu vulgar. Datanya kita bisa lihat bersama sama bahwa indeks korupsi kita skornya hanya 34. Itu kalau rapor merahnya merah banget,” katanya.
Lalu yang ke tiga, kata dia, yang menjadi persoalan yakni soal Hak Asasi Manusia atau HAM yang korbannya memakan hampir di seluruh Indonesia dan puncaknya terjadi di 1998.
“Kita ingin bangsa ini setelah 25 tahun dan sekarang tahun ke 26, menghadirkan suatu pemerintahan yang menghargai manusia. Menghargai rakyatnya. Faktanya hari ini indeks hak asasi manusia kita skornya hanya 3,2. Ini sesuatu yang sangat memperihatinkan sebetulnya,” ujarnya.
Terakhir dari sisi ekonomi, kata dia, Indonesia mengalami stagnansi. Ditambah juga angka pengangguran yang meningkat, kemudian pendidikan ditandai naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang naik juga menjadi masalah.
Untuk itu, dari semua masalah yang masih terjadi hingga saat ini, pihaknya memberikan raport merah terhadap penyelesaian yang dilakukan pemerintah.
“Angka penurunan ekonomi kita stagnan hanya 5 persen. Angka kemiskinan bertambah bahkan gen z ada 9,9 juta anak gen z pengangguran. Ini kan persoalan yang sangat serius. Di saat yang sama pengangguran yang makin bertambah dan biaya pendidikan juga sekarang makin melonjak. Uang kuliah tunggal hampir tidak bisa di kontrol oleh kekuasaan,” ujarnya.
“Jadi setidaknya agenda-agenda penting itu dari soal demokrasi dari soal korupsi kolusi dan nepotisme dari soal hak asasi manusia sampai soal ekonomi semuanya rapornya kami menyatakan ini merah,” sambungnya.