Jakarta, LiraTV.id – Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu 2024 membacakan hasil rekomendasi usai menggelar sidang Mahkamah Rakyat yang digelar pada 19-20 April 2024.
Rekomenasi itu dikeluarkan jelang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 pada 22 April, besok.
Sejumlah tokoh, akademisi dan aktivisi prodemokrasi yang menamai diri sebagai poros Jakarta-Yogyakarta, mengungkapkan bahwa Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu 2024 digelar berdasarkan dugaan kuat bahwa Pemilu 2024 setidaknya memuat kejanggalan yang fundamental.
Di mana, sidang sebelumnya dihadiri secara langsung oleh guru besar Universitas Airlangga sekaligus Ketua KPU RI 2004-2007 Prof Ramlan Surbakti, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Prof Sulistyowati Irianto, Pemikir Kebhinekaan, Dr. Sukidi serta Siti Zuhro dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus PP Muhammadiyah.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas bersama Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar, Politik UMY Bambang Eka Cahya Widodo hadir secara daring dalam sidang tersebut dari Yogyakarta.
Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Prof Sulistyowati Irianto pun ditunjuk sebagai pembaca hasil rekomendasi Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu 2024.
Prof. Sulis pun menyebut ada 5 kejanggalan yang fundamental dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Pertama, kata Sulis, pelanggaran terhadap etika dan prinsip keadilan pemilu.
“Kedua, pelanggaran terhadap prinsip netralitas pejabat negara dalam pemilu,” kata Sulis dalam konferensi pers secara daring, Minggu (21/4/2024).
Ketiga, kata Sulis, adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan melalui institusi negara dan sumber daya negara.
Lalu, keempat, pelanggaran netralitas penyelenggara pemilu yang mandiri, profesional, berintegritas serta efektif dan efisien.
“Kelima, kejanggalan pengkondisian skenario satu putaran,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sulis mengatakan, Sidang Pendapat Rakyat ini mendorong ketua dan anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dalam menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu Presiden 2024 harus mempertimbangkan keseluruhan suara-suara kritik masyarakat terhadap kebijakan dan tindakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai telah melakukan pelanggaran etika politik dalam kehidupan berdemokrasi, berbangsa, dan bernegara.
Bahkan, dugaan juga pelanggaran terhadap konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.
Sidang Pendapat Rakyat ini juga mendorong agar majelis hakim MKRI meminta pertanggungjawaban konstitusional dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Dalam menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu Peresiden 2024, MKRI harus mengedepankan (1)nilai dari konstitusi (UUD 1945); (2) nilai etika, substansi dan keadilan dalam proses dan hasil Pemilu yang tidak hanya bersifat formalitas; (3) kesetaraan dan keterwakilan warga negara yang terlibat dalam proses demokrasi Pemilu; (4) integritas yang anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); dan (5) penegakkan hukum dan penyelesaian sengketa Pemilu yang adil dan tepat waktu,” papar Sulis.
Atas dasar hal tersebut, Sulis mengatakan, Sidang Pendapat Rakyat Poros Jakarta-Yogjakarta telah memohon dan memperdengarkan pendapat sejumlah wakil masyarakat yang memiliki integritas moral dan keahlian dalam ilmu politik, hukum, dan kepemiluan.
“Mereka adalah Prof. Ramlan Surbakti, Prof. Sulistyowati Irianto, Prof. R. Siti Zuhro, Dr. Sukidi, Dr. Busyro Muqoddas, Prof. Zainal Arifin Mochtar, Bambang Eka Cahya Widodo, SIP, MSi., dan Prof. Fathul Wahid,” pungkasnya.
Dalam pembacaan rekomendasi ini, hadir sejumlah aktivis prodemokrasi, antara lain Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid.