Jakarta, LiraTV.id – Calon Presiden Nomor Urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan kisah yang selama ini belum terungkap, terkait kemandirian energi desa serta kaitannya dengan persoalan tambang Wadas dan Semen Rembang.
Banyak yang belum tahu, bahwa Ganjar selama menjadi Gubernur Jawa Tengah, sudah berhasil mendorong program ekonomi hijau dan kemandirian energi dari lingkup desa.
Kisah yang belum terungkap ini disampaikan Ganjar saat menerima tantangan dari Pemuda Perintis untuk berdialog langsung di Pos Block, Sawah Besar, Jakarta pada Minggu (14/1/2024).
Awalnya, seorang remaja anggota Pemuda Perintis menyampaikan tentang catatan Ganjar selama menjadi Gubernur Jawa Tengah yang telah membangun 2.369 desa mandiri energi, mulai dari tenaga surya, hydro, panas bumi, hingga sampah.
Manfaat dari program ini adalah biaya listrik murah, diversifikasi ekonomi, pengembangan industri baru, lapangan kerja baru, perbaikan lingkungan udara dan tanah, hingga penurunan biaya kesehatan.
Ganjar lantas membahas pertanyaan Pemuda Perintis tentang kasus Wadas dan Semen Rembang yang ditolak warga, padahal dua proyek tersebut bukan bersumber dari kebijakan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Nah, Ganjar menegaskan bahwa dalam setiap kebijakan, yang harus menjadi fokus utama adalah apa dampaknya bagi masyarakat di desa-desa. Maka mereka harus dilibatkan dalam setiap perencanaan program.
“Ketika musrenbang, ketika merencanakan pembangunan yang kira-kira akan berdampak di desa, libatkanlah mereka. Maka biasanya saya punya tradisi, ketika musrenbang pasti ada tiga yang kita libatkan. Satu, kelompok perempuan. Dua, penyandang disabilitas. Tiga, anak-anak,” ujar Ganjar.
Karena itu, Ganjar menjelaskan kalau kemudian ada pembangunan yang punya dampak langsung ke masyarakat desa, maka sebaiknya mereka diajak membahas. Apakah itu program pemerintah maupun program dari BUMN.
“Contohnya (pabrik) semen Rembang. Ini dua yang waktu itu complicated dan dua-duanya bukan program saya, tapi sebagai gubernur saya diajari orang tua saya ‘jangan ngambil manisnya saja. Pahitnya pun kamu harus tanggung jawab, karena amanah itu ada di situ’,” tegas Ganjar.
Menurut Ganjar, sebenarnya jika masyarakat diajak bicara secara mendalam, maka akan mengerti dan pada akhirnya relatif bisa memaklumi kebijakan itu dengan baik.
“Kalau mereka (masyarakat) diajak, maka mereka mengerti dan memaklumi, dan relatif kebijakan akan lebih baik. Apakah Semen Rembang, apakah Wadas, ternyata dari awal kita tidak bisa pungkiri saat itu sosialisasinya belum masif. Maka belum merepresentasikan seluruh yang ada,” tutur Ganjar.
Ganjar pun menyampaikan di masalah Wadas dan Semen Rembang, banyak yang menyoroti aspek lingkungannya saja. Padahal banyak juga sisi lain yang mestinya dilihat secara komprehensif.
Ganjar lantas menyampaikan cerita yang selama ini belum banyak diketahui, bagaimana ia menolak banyak usulan konsesi lahan pertambangan di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
“Tahukah saudara bahwa saya pernah menolak pabrik semen baru yang diusulkan di sekitar Rembang, tambang di Pati, tambang Grobogan. Pasti yang seperti itu tidak pernah terpublish,” ujar Ganjar.
“Tahukah saudara ketika saya menolak semen di Kebumen pasti tidak pernah menjadi cerita. Dan tahukah kita bahwa kita menolak tambang emas di Wonogiri? Ini tidak menjadi cerita yang menjadi cerita bisanya yang ada konflik saja,” jelas Ganjar.
Ganjar lantas menyebut bahwa ketika ada konflik pun, maka ia sebagai Gubernur Jawa Tengah tak pernah cuci tangan atau menghindar.
“Kalau pun ada (konflik) tak boleh cuci tangan. Awalnya saya datangi Wadas dan Semen Rembang. Dan isunya sebetulnya tidak melulu lingkungan. Ketika yang “di-quote” yang banyak lingkungannya, maka algoritma lingkungan yang keluar terus. Padahal tidak melulu begitu. Aspek bisnis, aspek sosial dan aspek politik juga ada di sana. Ternyata cukip kuat,” jelasnya.
Ganjar pun ingin membuat sebuah buku cerita tentang bagaimana menyelesaikan masalah dari masing-masing peristiwa itu. Semen Rembang yang dulu orang marah menolak, dan sekarang pun mungkin masih ada yang marah, dan itu boleh dilanjutkan sebagai hak warga.
“Maka dalam bisnis migas ada participating interest. Sehingga daerah itu boleh ikut mengola. Itu saya contek sehingga Semen Rembang ada 6 desa yang mereka punya saham dari perusahaan itu. Tapi karena perusahaannya sudah go public, maka dibuatkan anak perusahaan yang menjadi supply chain di pabrik itu dan itu sahamnya dibagikan kepada 6 desa itu. Tentu tidak posisinya saham mayoritas. Itulah cara saya mencoba mengajak masyarakat sekitar bisa mendapatkan mafaat,” tuntas Ganjar.