Palembang, LiraTV.id – Akuisisi PT Bukit Multi Investama (BMI) anak perusahaan PT Bukit Asam (PTBA) terhadap PT Satria Bahana Sarana (SBS) bukan hanya tidak merugikan secara finansial, juga memberikan benefit terhadap operasional perusahaan.
Akuisisi terhadap SBS telah melepaskan ketergantungan PTBA terhadap kontraktor swasta yang terlalu dominan.
Fakta ini disampaikan oleh Danang Sudirman Raharja (Direktur BMI Periode 2014 s/d 2018) saat bersaksi di depan majelis hakim PN Tipikor Palembang, Jumat (5/01/2024).
“Akuisisi ini dapat menekan dominasi dari kontraktor swasta yang biasa digunakan oleh PTBA, yaitu PT. PAMA, yang memasang tarif kontraktor tergolong tinggi,” ujar Danang dalam kesaksiannya.
Danang menjelaskan ada risiko turunnya produktivitas PTBA, lantaran beban tarif kontraktor yang cukup berat.
“Apabila PT. PAMA dalam urusan tarif tidak deal dengan PTBA, maka akan berdampak pada risiko turunnya produktifitas Batu Bara PTBA,” ujar Danang.
Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kelas 1A Khusus Palembang pada Jumat, 5 Januari 2024 kembali menggelar sidang perkara kasus dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Multi Investama (BMI). Terdakwa dalam kasus ini adalah Nurtima Tobing, Milawarma, Anung Dri Prasetya, Saiful Islam, dan Tjhayono Imawan.
Danang yang dihadirkan oleh JPU sebagai saksi yang memberatkan itu menambahkan, sebelum akuisisi pernah terjadi pemogokan PAMA selama kurang lebih 1 bulan karena tidak deal tarif.
Hal tersebut berdampak langsung kepada produksi batu bara PTBA. Sehingga bukan saja merugikan PTBA, juga mengakibatkan terganggunya pasokan batu bara ke sektor vital negara.
Selain itu, Danang menjelaskan keputusan untuk melakukan akuisisi PT. SBS tersebut telah melalui pengkajian mendalam terlebih dahulu.
“Karena akuisisi ini adalah pada prinsipnya merupakan inisiasi dan kebutuhan dari PTBA yang merupakan perusahaan BUMN untuk kepentingan efisiensi dan untuk menekan biaya produksi. Karena PTBA akan memiliki kontraktor sendiri melalui Anak Perusahaannya,” papar Danang.
Dalam kesempatan itu, saksi menegaskan dengan diakuisisinya PT. SBS oleh PT. BMI sama sekali tidak merugikan keuangan negara, justru sangat menguntungkan.
Adapun keuntungan yang didapatkan oleh PTBA melalui PT. BMI yang mengakuisisi PT. SBS dapat terlihat dari meningkatnya volume produksi batu bara, fleksibiltas lokasi kerja (hal ini sangat menentukan kualitas dan kuantitas produksi), dan dapat menekan tarif jasa kontraktor (menekan biaya produksi).
“Kemudian dana Rp48 miliar yang digelontorkan PT. BMI untuk mengakuisisi PT. SBS masih tercatat pada neraca keuangan PT. SBS dalam arti bahwa dana sejumlah Rp48 miliar tersebut masih beredar di PT. SBS (tidak hilang/musnah),” imbuhnya.
Tak kalah penting, Danang menegaskan akuisisi PT. SBS oleh PT. BMI dan pelaksanaannya telah melalui mekanisme RUPS.
Kemudian terkait dengan tidak dilakukannya pembagian deviden, merupakan kebijakan internal (melalui RUPS) yang kemudian dialihkan untuk menambah modal kerja PT. SBS.
“Dengan kebijaksanaan internal ini berdampak keuntungan pada bertambahnya volume produksi Batu Bara PTBA dari sejak 2015 mencapai 1,4 juta BCM hingga mencapai 9,8 juta BCM,” kata Danang.
Danang juga menjelaskan sesuai fakta yang diketahuinya, dalam akuisisi tersebut sama sekali tidak ada keuntungan dalam bentuk uang atau bentuk lainnya yang didapatkan oleh Terdakwa Tjahyono Imawan secara pribadi.
Bahkan, Dadang menyebut dalam hal ini terdakwa berkorban untuk menutupi kewajiban PT. SBS kepada pihak ke tiga guna revitalisasi PT. SBS.
“Sehingga kesimpulannya sampai saya selesai menjabat di tahun 2018 keberadaan PT. SBS telah mengalami progresifitas dalam hal keuntungan bagi PTBA selalu perusahaan BUMN,” ujar Danang.
Damba S Akmala penasihat hukum Tjahyono Imawan menjelaskan dengan adanya akuisisi ini keuangan dan perekonomian terkait keuangan negara, dalam hal ini PTBA, menjadi stabil.
“Saksi juga telah menjelaskan kalau perusahaan (PTBA, red) mendapat benefit dan profit yang luar biasa dari akuisisi ini. Majelis hakim mestinya sudah mencatat fakta-fakta tersebut,” ujarnya.
Kesaksian paling penting, menurut Damba, tentunya adalah fakta dalam akuisisi tersebut sama sekali tidak ada keuntungan dalam bentuk uang atau bentuk lainnya yang didapatkan oleh kliennya Tjahyono Imawan secara pribadi.
“Bahkan, saksi mengatakan justru klien kami berkorban untuk menutupi kewajiban PT. SBS kepada pihak ke tiga,” ujarnya.
Sementara, Ainuddin yang juga anggota tim kuasa hukum Tjahyono Imawan menegaskan keterangan saksi ini memberikan gambaran yang lebih jelas terkait akuisisi.
“Ini membuktikan bahwa segala langkah yang diambil telah sesuai dengan ketentuan dan tidak merugikan negara,” ujar Ainuddin, Jumat (05/01/2024).
Ainuddin juga menegaskan, keterangan saksi Danang telah tegas menjelaskan akuisisi PT. SBS oleh PT. BMI dan pelaksanaannya telah melalui mekanisme RUPS. Kemudian terkait dengan tidak dilakukannya pembagian deviden, merupakan kebijakan internal (melalui RUPS) yang kemudian dialihkan untuk menambah modal kerja PT. SBS.
Ia menegaskan tidak ada kerugian negara tersebut. “Karena faktanya PTBA justru diuntungkan,” imbuhnya.
Menurut Ainudin PTBA saat ini sudah diuntungkan dengan kinerja PT SBS yang semakin membaik.
Dia merujuk pada hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Jumat 23 Juni 2023. PT Satria Bahana Sarana (SBS) mencatatkan laba bersih Rp165 miliar pada 2022 atau naik 506 persen dari tahun sebelumnya sebesar minus Rp44 miliar.
Selain itu, PT SBS untuk tahun buku 2022 juga mencatat total aset perusahaan per 31 Desember 2022 mencapai Rp1.937 miliar atau naik 112 persen dari tahun sebelumnya Rp1.728 miliar.