Buntut ‘Ndasmu Etik’, Prabowo Dinilai Politisi Medioker dan Bukan Negarawan

Pengajar Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi.

JAKARTA, LIRATV – Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan yang cenderung menyepelekan etika politik ketika ditanya kenapa masih memilih berduet dengan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Prabowo menyebut ‘ndasmu etik’ saat menghadiri Konsolidasi Partai Gerindra di JI EXPO, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2023).


Pengajar Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menilai pernyataan tersebut menunjukan bahwa Prabowo Subianto hanya seorang politisi medioker dan jauh dari sikap negarawan.

“Response Prabowo tersebut menunjukkan bahwa beliau sebenarnya hanyalah seorang politisi medioker dan jauh dari sikap negarawan (Statesman),” kata Airlangga dalam keterangannya, Sabtu (16/12/2023).

Airlangga menyebut Prabowo tak mencirikan seorang negarawan karena tidak pandai memposisikan diri dan mengedepankan etika dalam tingkah laku bernegara.

“Seorang negarawan adalah figur yang meletakkan prinsip-prinsip etika republik, atau kepantasan politik bersendikan pada prinsip republikanisme dalam laku bernegara,” jelasnya.

Lebih lanjut Airlangga menilai Prabowo juga terkesan acuh dalam menanggapi peristiwa politik terkait pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden yang tak bisa dilepaskan dari pelanggaran etik berat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Prabowo, kata dia, telah mengabaikan prinsip kepantasan politik dalam posisinya sebagai politisi.

“Patut kita garis bawahi bahwa kandidasi Gibran sebagai cawapres sangat berhubungan dengan keputusan MK terkait perubahan syarat capres-cawapres yang oleh MKMK dinyatakan sebagai pelanggaran etika berat,” ungkap Airlangga.

Menurut Airlangga, Prabowo tidak seharusnya menjawab pertanyaan soal etika politik dengan pernyataan ‘ndasmu etik’. Karena pertanyaan tersebut terkait dengan penegasan raison d’etre tujuan berdirinya Republik Indonesia seperti ditegaskan oleh Bung Karno dalam Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.

Airlangga mengutip pidato Soekarno yang menegaskan tatanan politik Indonesia mengambil sistem Republik bukan Kerajaan atau Monarki, sehingga siapa yang menjadi presiden Indonesia tidak bisa menggunakan cara sedemikian rupa untuk mengajukan anaknya sebagai penggantinya sebagai pemimpin.

Dia menjelaskan meskipun tidak identik apa yang diutarakan oleh Soekarno dengan fenomena yang terjadi, namun kasus etika politik yang dipertanyakan ke Prabowo sangat berhubungan dengan prinsip-prinsip republik yang ditegaskan oleh Bung Karno.

“Disini kita melihat pada pernyataan Prabowo seorang politisi yang mengabaikan prinsip-prinsip etika republikanisme, bahkan etika Pancasila yang ditegaskan oleh Bung Karno,” ucap Airlangga.

Airlangga lantas mempertanyakan kepantasan Prabowo menjadi presiden. Sebab, Prabowo belum menjadi kepala negara sudah mengabaikan fondasi etika politik seperti yang ditegaskan dalam prinsip-prinsip dasar Pancasila.

“Apakah pantas Presiden Indonesia kelak atau pemimpin Indonesia mengabaikan fondasi etika politik seperti yang ditegaskan dalam prinsip-prinsip dasar Pancasila seperti yang ditegaskan sejak awal oleh Bung Karno?” pungkas Airlangga.

Mau punya Media Online sendiri?
Tapi gak tau cara buatnya?
Humm, tenang , ada Ar Media Kreatif , 
Jasa pembuatan website berita (media online)
Sejak tahun 2018, sudah ratusan Media Online 
yang dibuat tersebar diberbagai daerah seluruh Indonesia.
Info dan Konsultasi - Kontak 
@Website ini adalah klien Ar Media Kreatif disupport 
dan didukung penuh oleh Ar Media Kreatif

banner 728x90