(Foto : Ardiyanto Hafidz (pertama dari kanan), RM Wahjoe Setiadi SH MH (tengah) dan H.Anshori mengenakan peci baju batik saat di kemenpolhukam, Jakarta, Ist)
Jakarta|LIRATV – Untuk kesekian kalinya Haji Anshori dan kawan-kawan kembali mengetuk lembaga-lembaga negara untuk meminta kepastian pelaksanaan eksekusi dari keputusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkrah).
“Saya ini generasi kelima dari almarhum Moara, tetap meminta dan menuntut agar tanah kami yang digusur mendapatkan ganti rugi sesuai keputusan pengadilan. Kami sudah lalui pengadilan negeri hingga kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung, semuanya kami dimenangkan. Tetapi hingga kini eksekusi keputusan pengadilan belum ada,” ujar H. Anshori salah satu perwakilan ahli waris saat di Jakarta.
Pihak Anshori, bersama kuasa hukum yang dari awal mengawal kasus ini yakni RM Wahjoe A Setiadi berharap pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa melaksanakan eksekusi keputusan ini. Dia yakin Presiden Jokowi sangat perhatian terhadap masalah penegakkan hukum. “Kami berharap Presiden Jokowi memerintahkan agar keputusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap agar segera dieksekusi,” ungkapnya.
Di tempat yang sama Ardiyanto Hafidz, Direktur Eksekutif Indonesia Anti Corupption Society (IACS) mengatakan masalah eksekusi keputusan inkrah ini sudah ke semua lembaga terkait disurati dan beraudiensi. Mulai Ombudsman RI, Pemprov DKI Jakarta, Kemenkeu, BPN, Komnas HAM, KSP dan Kemenkopolhukan.
Bahkan, Komnas HAM juga sudah memberi rekomendasi, begitu pun dengan Ombdudsman. Sayangnya rekomendasi hingga kini tidak dijalankan pihak terkait.
Sementara, Ardi menjelaskan surat yang sudah masuk dari lembaga dan law firms bahkan tanggapan nya masih mengambang, yaitu surat sedang dalam proses.
“Sedangkan harapan kami butuh jawaban pasti kapan surat dijawab sebagai acuan pemerintah menyelesaikan masalah penegakan hukum yang sudah berlarut -larut surat sejak tahun 2019 dan 2022,” jelasnya.
Ardi menambahkan pemerintah seharusnya malu karena di obyek sengketa yang harus dibayarkan ganti ruginya berdiri beberapa kedutaan besar asing seperti Kedubes Singapura, Malaysia, Rusia dan lain-lain.
“Apabila pihak kedubes mengetahui masyarakat terzolimi oleh pemerintah karena putusan hukum yang sudah inkracht dan tidak dilaksanakan akan membuat malu pemerintah Indonesia, mereka (kedubes) membeli lahan yang ternyata belum dibayar kepada yang berhak!” tambah Ardi di Jakarta (7/11/22)
Sementara itu ditempat yang sama, RM.Wahjoe A Setiadi, SH pengacara yang telah memenangkan perkara dengan No.523/Pdt.G/200/PN.Jkt.Sel., Jo Perkara No.245/Pdt/2003/PT.DKI., Jo Perkara No.611 K/Pdt/2004 Jo Perkara No.64 PK/Pdt.2007, mengatakan bahwa audiensi dengan Kemenkopolhukam belum ada kepastian.
“Dalam berita acara surat keterangan yang sudah dibuat dari pengacara Pemerintah, mereka sudah bilang mau bayar dari tahun 2009, namun sampai sekarang yang katanya mau dibayar bahkan sudah diatas hitam dan putih namun belum dibayar juga,” ujarnya.
Menurut RM.Wahjoe, risalah kasus ini bisa dilihat di laman Mahkamah Agung. Dirinyalah yang sedari awal tertulis dalam putusan mulai di Pengadilan negeri, hingga kasasi dan peninjaunan kembali di Mahkamah Agung.
Tinggal dicari, putusan Mahkamah Agung RI No. 64 PK/Pdt/2007, tanggal 3 Juli 2008, juncto Putusan No. 611 K/Pdt/2004, tanggal 25 Oktober 2005, juncto Putusan No. 245/Pdt/2003/PT.DKI., tanggal 11 September 2003, juncto Putusan No. 523/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel., tanggal 14 November 2002, telah menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), yang dimohonkan eksekusinya.
Jadi seharusnya dan semestinya pemerintah tidak ragu jika ada dan banyak orang/pengacara yang mengaku-ngaku sebagai kuasa hukum ahli waris Moara Cs, tinggal search (cari) di google atau laman MA. Sudah jelas sekarang ini, tinggal menunggu kemauan mereka.
Semoga Tuhan yang Maha Esa membukakan mata hati mereka. Kasihan ini ahli waris sudah beberapa generasi menunggu kepastian,” urai lawyer berpengalaman soal sengketa pertanahan ini. Hingga berita ini di rilis Menkopolhukam Mahfud MD belum membalas Whatsaap penulis. (Bar)