[(Foto: Suasana saat Ketua HKHKI Gelar Konfrensi Pers Ihwal Kasus Pengembang Nakal yang Ingkar Janji, Ist)]
Jakarta|LIRATV— Ketua Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (HKHKI) Dr. Ike Farida, S.H., LL.M mengungkapkan, ihwal masih banyaknya pengembang yang melakukan pelanggaran hak pada konsumen. Dimana contohnya konsumen dijanjikan A tapi yang datang B. Hal ini diungkapkannya dalam konferensi pers, di Jakarta Senin, 13 Desember 2021.
Informasi tambahan, terkait putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dimana memutus permohonan uji formil dan materiil UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hasilnya, dari 12 permohonan baik uji formil dan/atau materil, hanya 1 permohonan yang dikabulkan sebagian yakni pengujian formil perkara No.91/PUU-XVIII/2020. Putusan itu menyatakan UU No.11 Tahun 2020 masih berlaku sampai dilakukan perbaikan selama 2 tahun.
Tentunya dalam proses perbaikan tersebut tidak sekedar hanya formal tetapi secara materiil juga banyak sekali yang di dilakukan perbaikan terutama terkait dengan ketenaga kerjaan namun kali ini HKHKI menyoroti perusahaan – perusahaan properti yang belum mematuhi aturan sebenarnya yang harus dilakukan.
Menurutnya, bahkan ditahun 2014 Kemenpera mengeluarkan 60 daftar nama pengembang nakal antara lain, PT Ciputra Indonesia, Jaya Real Property, Metropolitan Land, PT Alam Sutra dan Elit Prima Utama.
” Hal tersebut menjadi konsen besar buat HKHKI. Kenapa sih mereka ini didiamkan?, aturan yang ada tidak bisa memfasilitasi untuk bisa komplain,” kata Ike Farida.
Misalkan, ia memberikan contoh, saat pembeli telat bayar dalam satu hari dikenakan denda 0,1 % perhari. Kemudian apabila telat bayar sampai dibulan ketiga sama saja membatalkan kontrak sehingga pembayaran – pembayaran yang sudah ada dianggap dibatalkan dan tidak bisa dikembalikan.
” Itulah contoh hak yang tidak seimbang antara kewajiban dan hak dari pembeli dan penjual atau pengembang,” ujar Ike Farida.
Intinya dari persoalan tersebut Ia mengatakan, yang bisa dilakukan HKHKI ( yang para pengurusnya adalah akademisi dan juga praktisi hukum) yakni melakukan gerakan untuk mendesak pemerintah. Dengan cara melakukan audiensi serta memberikan data – data.
“Nah, mumpung mereka masih mengolah UU Cipta Kerja , dan karena diambill dari 82 Undang – undang Ketenagakerjaan, Rumah Susun dan Undang undang Pertanahan serta lainnya,” imbuhnya.
lebih lanjut dikatakan yang sekarang diusulkan pada pemerintah adalah terkait dengan Undang – undang Rumah Susun dan Hunian
Ia meminta agar segenap pihak terkait untuk merevisi/ubah undang-undang tentang Cipta Kerja Rumah Susun dan Hunian terkait Developer pengembang Nakal, salah satunya contoh kongkrit kasus yang dialaminya sendiri.
“Diputusan di Peninjauan kembali (PK) dikatakan bahwa pembeli sudah membayar lunas, dan pembeli punya hak memerintahkan menyerahkan kunci dan melakukan AJB memberikan segala akses kepada Ibu Farida sebagai pembeli sah. Tapi mereka ternyata belum memiliki perijinan. Jadi mereka belum bisa melakukan AJB , ” ungkap Ike Farida.
Sambungnya lagi menjelaskan bahwa, hal tersebut menurutnya membuat para developer berusaha untuk melakukan hal yang bisa merubah PK yang mengarahkan pelaporan secara pidana.
“Nah, bagaimana caranya mereka agar putusan peninjauan kembali ini mungkin bisa dicolek-colek atau di gimanain. Yuk, kita laporkan aja secara pidana, dengan dilaporkan nya, dikatakan (mereka) bahwa ibu Ike Farida memalsukan perjanjian kawin,” tuturnya.
Ironisnya, bahkan sampai hal perjanjian kawinnya juga di disiasati mereka ( yakni pihak pengembang) dengan mengatakan perjanjian perkawinannya dipalsukan, dan hal tersebut baginya tidak masuk akal dan logika, hingga wacana isu seperti itupun menimpa dirinya.
Lanjutnya menerangkan, kecuali bila perjanjian kawin orang lain dipalsukan, mungkin bisa jadi, “Seperti (memalsukan perjanjian kawin) bapak Alexander Stefanus ( mencontohkan nama) saya yang palsukan wajar, ini mah perjanjian kawin saya sendiri saya kok saya yang palsukan tidak mungkin dong!,” tegasnya.
Oleh sebab itu, dalam perkara ini bukan dia saja merasa di ingkari, bahkan beberapa dari temannya ada yang tertipu oleh para pengembang.
“Dan kawan-kawan yang dirugikan oleh pengembang yang ingin ikut serta bisa datang nanti saat audiensi (pihak HKHKI) di DPR atau dikantor Gubernur ataupun juga di DPRD,” tandasnya menyampaikan.(Bar)