Batam, LiraTV.id — Pembangkangan terhadap hukum yang dilakukan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan tidak menjalankan putusan pengadilan berbuntut panjang dan kian seru.
LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) menantang MAKI (Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia) bongkar mafia hukum di Gakkum yang diduga melibatkan Deputi Kemenkopolhukam dan Kajati Kepri.
Tantangan itu disampaikan langsung oleh Presiden LSM LIRA, HM. Jusuf Rizal kepada Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui wawancara teleconfren di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menanggapi dugaan mafia hukum di Gakkum KLHK yang hingga saat ini tidak menjalankan keputusan pengadilan 27 April 2022 atas kasus penangkapan kapal MT. Tutuk.
Secara kronologis disampaikan, Sunardi Cs, penyidik Gakkum KLHK Batam, atas perintah Direktur Pidana Gakkum Pusat, Yazid Nur Hadi mendatangi kapal MT. Tutuk milik PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) yang menjalankan usaha pengangkutan Fuel Oil.
PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) merupakan anggota Hiplindo (Himpunan Pengusaha Lira Indonesia) yang melakukan usaha pengangkutan Fuel Oil.
Gakkum KLHK Batam, Kepri mengambil 9 botol sampel Fuel Oil dari Kapal MT. Tutuk dan menyebutkan Fuel Oil tersebut sebagai Limbah B3. Kemudian melakukan penyegelan kepada 5.500 ton Fuel Oil tanpa dasar hukum atau semena-mena.
Tidak terima atas tindakan Sunardi Cs serta kebijakan Gakkum KLHK Batam, PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) melakukan Pra Pradilan. Gugatan hukum dimenangkan, 27 April 2022 dinyatakan kebijakan Gakkum KLHK salah. Untuk itu Penyegelan 5.500 ton Fuel Oil harus dibuka dan Fuel Oil dikembalikan kepada pemilik.
Namun yang terjadi bukannya Gakkum KLHK menjalankan perintah pengadilan, tapi justru menerbitkan SPDP I dan II (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) untuk objek perkara yang sama. Dasar yang digunakan diduga laporan dari Boy Saiman (MAKI) yang mengklaim bahwa Fuel Oil itu Limbah B3 dan disebut dibuang ke laut di Batam.
Sebagaimana dimuat di media pada 11 Agustus 2022, hasil investigasi Boy Saiman disebutkan muatan MT. Tutuk adalah limbah B3 namun dikatakan Fuel Oil (Minyak Bakar). Boy juga menyebutkan hasil investigasinya bahwa PT. PNJNT telah membuang limbah B3 ke lautan dan daratan yang merusak lingkungan hidup.
Boy Saiman lantas menyebutkan telah melaporkan ke Deputi Hukum Kemenpolhukam, Sugeng Suparno, kemudian ke Gakkum KLHK dan meminta Kajati Kepri memproses kasus penyelundupan Limbah B3 yang dituduhkan ke PT. PNJNT, dimana MAKI akan mengawal hingga tuntas.
“LSM LIRA menemukan banyak kejanggalan dalam keterlibatan Boy Saiman. Sebab yang disebutkan itu menurut kami bohong semua. Dibilang Fuel Oil, limbah B3, tapi analisis laboratorium PT. Socofindo menyebutkan bukan Limbah B3,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak itu.
Jusuf Rizal menegaskan banyak kebohongan yang memojokkan PT PNJNT. Apalagi PT. PNJNT dituduh membuang limbah B3 ke lautan dan daratan di lubang-lubang bekas galian tambang, serta ada juga yang dimasukkan ke perusahaan pengelola limbah. Modusnya dengan cara PT.PNJNT menyebutkan barang adalah Fuel Oil, tapi sesungguhnya adalah Limbah B3 untuk mengelabui pemeriksaan. “Itu bohong semua,” tegas Jusuf Rizal.
Penggiat anti-korupsi Jusuf Rizal menilai dalam kasus MT. Tutuk ini ada unsur Abuse Of Power dari tindakan Gakkum KLHK yang diduga juga melibatkan Kepala KSO Batam, Deputi Hukum Menkopolhukam, Sugeng dan Kajati Kepri. Karena itu LSM LIRA tantang MAKI untuk bongkar mafia hukum dalam kasus ini.
“Kami menduga ada keterlibatan Boy Saiman dalam kasus ini. Karena pernyataannya semua tidak terbukti. Boy Saiman telah menyebar informasi bohong yang merugikan perusahaan PT. PNJNT. Untuk itu kami akan proses hukum,” tegas Jusuf Rizal, Ketua Relawan Jokowi-Amin pada Pilpres 2019 itu.
Terhadap terbitnya SPDP hingga dua kali terhadap objek yang sama, juga janggal. Ada mens rea (niat tidak baik) Gakkum KLHK dalam kasus ini, yang diduga melibatkan Deputi Hukum Menkopolhukam dan Kajati. Semestinya jika tidak cukup bukti harus ada pemberhentian penyidikan.
“Ini mafia hukum yang sangat jelas, sehingga perusahaan statusnya digantung yang menimbulkan kerugian sedikitnya USD 10.000/hari. Gakkum KLHK, Deputi Hukum Kemenkopolhukam, Kajati Kepri dan Boy Saiman, harus bertanggung jawab,” ujar Jusuf Rizal Ketua Harian KSPSI (Konfederasi Serikat Seluruh Indonesia) Yorrys Raweyai.